Hai fellas ! Lama udah nggak bikin postingan blog, kali ini aku
mau bagi-bagi cerita tentang apa yang aku dan temen-temen kerjakan
after-mid-test.
 |
Sunrise di puncak Ungaran |
Ujian Tengah Semester telah selesai, entah apapun hasilnya
nanti kami mencoba tidak peduli. Yang saat ini terlintas di benak adalah move
on dari UTS dan mari mencari kesenangan. Dari beberapa opsi yang dibuat, naik
gunung adalah hal yang paling ekstrem karena notabene aku belum pernah naik
gunung. Setelah menemukan partner yang tepat untuk merealisasikan rencana
tersebut, diajaklah beberapa teman lain yang memiliki keinginan yang sama untuk
naik gunung yaitu Eja, Lintang, Inggar, Ryan, dan Raka. Dalam perjalanan ini
Raka berperan sebagai pemimpin rombongan karena dia sudah pro dalam hal gunung
pergunungan yang bertugas sebagai penunjuk jalan dan menjaga kami yang
mayoritas belum pernah naik gunung sama sekali. Tujuan ditetapkan, Senin 5 Mei
2014 kami mendaki gunung Ungaran.
Jam 10 malam kami berangkat dari Tembalang menuju ke Umbul
Sidomukti. Setengah 12 malam kami memulai pendakian dari Pos Mawar yang
merupakan pos pertama dari beberapa pos yang ada. Cuaca malam itu tidak
bersahabat, kabut tebal menutupi mata sehingga jarak pandang hanya 2 meter dan
gerimis manis menemani keberangkatan kami sehingga jas hujan harus digunakan
sepanjang perjalanan. Setelah berdoa bersama demi keselamatan kami berenam,
perjalanan resmi dimulai dengan formasi barisan Raka, Eja, Lintang, Aku, Ryan,
dan Inggar. Karena hutan gelap dan kabut tebal kami harus berhati-hati.
Beberapa kali Raka mengingatkan ‘Awas kiri jurang’ atau ‘Awas batu besar’ dan
terkadang ‘Awas licin’ serta menanyakan apakah kami masih sehat dan kuat
melanjutkan perjalanan. Baru menempuh perjalanan setengah jam kami mulai merasa
lelah. Istilah break dan bonus menemani perjalanan kami selama dua setengah
jam. Jalan setapak dengan medan batu-batu kecil dan tanah licin terlewati, kami
pun sampai di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Promasan. Disana kami
merebahkan badan sejenak. Raka menyuruh kami istirahat sampai jam 3 karena
nantinya kekuatan fisik akan benar-benar diperlukan. Dari Promasan bintang di
langit terlihat jelas. Beberapa kali terlihat meteor jatuh. Karena angin dan
suhu dingin yang menyerang, setengah tiga kami memutuskan memulai perjalanan
berikutnya. Dimulailah pendakian yang sebenarnya.
Kebun kopi dan kebun teh menghampar di sebelah kanan kiri.
Sambil sesekali kami melihat kaki dan celana karena takut adanya pacet yang
menempel. Setengah jam berjalan mulai terlihat jalur naik yang terdiri dari
batu-batu besar yang licin berlumut. Kaki, tangan, dan mata harus bekerja keras
karena jurang di sebelah kiri yang menganga. Ranting pohon, batu besar, jalanan
licin membuat kami terus waspada agar tidak jatuh atau terpeleset. Perjalanan
selama dua setengah jam dengan mendaki membuat tenaga kami terkuras habis.
Semburat merah matahari mulai terlihat. Salah satu dari kami bertanya kepada
Raka masih seberapa jauh perjalanan kita, dan dia menjawab ‘Sebentar lagi, itu
puncaknya udah keliatan’. Kata sebentar lagi versi kami dan Raka sangat berbeda
karena puncak masih terlihat jauuuuuuh sekali. Dengan sisa sisa tenaga kami
memanjat batu-batu sebesar paha dan akhirnya kami harus memanjat batu besar
seukuran dada yang licin, curam, dan disambut jurang di sebelah kanan. Sepuluh
menit berjalan akhirnya terlihat bendera merah putih dan beberapa pendaki
gunung lainnya yang nge-camp. Jam setengah 6 kami tiba, dan itu adalah puncak
Ungaran. Tempat yang sedari awal kami perjuangkan.
Sesampai di atas kami melepas jas hujan dan peralatan
lainnya. Makanan berupa roti dan air mineral dikeluarkan untuk mengisi perut
kosong. Dari atas terlihat beberapa spot yang masih tertutup kabut. Hamparan
hijau kebun teh terbentang, Rawa Pening terlihat dari atas, serta awan berarak
yang seakan berada di bawah, Gunung Merapi dan Merbabu ada di belakang kami.
Sekilas terlihat laut jawa yang tertutup kabut. Inilah negeri di atas awan,
ketika kami bisa merasa lebih tinggi dari apapun, sebuah kebanggan tersendiri
untuk diri. Dua jam di puncak kami habiskan untuk foto-foto, rehat sejenak, dan
menyeduh pop mie. Karena suhu yang sangat dingin kami tidak kuasa untuk
berlama-lama disana. Pukul setengah delapan kami hengkang dari puncak. Perjalanan
turun memang tidak seberat perjalanan naik. Tapi kami tetap diharuskan
berhati-hati, terlebih karena tenaga yang memang sudah habis. Beberapa kali aku
meminta break, lemasnya kaki dan kepala pusing menjadi penyebabnya. Sesampai di
kebun teh, kami melihat ke arah puncak yang terlihat sangat tinggi. Ada rasa
tidak percaya setinggi dan sejauh itu kami mendaki, tapi kami bisa. Empat jam
berjalan, meloncak, mendaki (lagi) akhirnya kami sampai di Pos Mawar. Disana
kami rehat sejenak dan menghabiskan bekal makanan yang dibawa. Akhirnya pukul
satu siang kami pergi meninggalkan Umbul Sidomukti untuk menuju ke SS Ungaran
dan kembali ke Tembalang.
Terimakasih Gunung Ungaran untuk setiap sudutnya yang indah.
Tertulis, terlukis, tergaris.
Terimakasih Raka, Eja, Lintang, Ryan, dan Inggar untuk
perjalanan yang mengagumkan ini. Mungkin lain kali kita bisa naik ke gunung
yang lain. Apalah arti badan pegal, memar, dan kaki keseleo jika dibandingkan
dengan
bangga yang dirasakan. Di sanalah
kita, di negeri di atas awan, tempat dimana sejenak kita bisa merasa besar.
Hanya kita........
 |
(our full team) |
 |
Yihaaaa , we are top of the top ! |
 |
Pose on Banteng Rider |
 |
Bongkar ! Bongkar perbekalan ! |
 |
Karena hijau itu menyenangkan... |
 |
Eja, partner in alay :D |
 |
Ini Ryan, bukan kresek sampah -____- |
 |
Bukan penjaga villa ! ._. |
 |
FULL TEAM ! :3 |
 |
Pos Mawar, pos awal dan terakhir |
Hai ova :D follow my blog --> just-cynthia.blogspot.com
ReplyDeletethank you :D