-->

Saturday, May 10, 2014

Ungaran, Sebuah Negeri di Atas Awan


Hai fellas ! Lama udah nggak bikin postingan blog, kali ini aku mau bagi-bagi cerita tentang apa yang aku dan temen-temen kerjakan after-mid-test.
 

Sunrise di puncak Ungaran
Ujian Tengah Semester telah selesai, entah apapun hasilnya nanti kami mencoba tidak peduli. Yang saat ini terlintas di benak adalah move on dari UTS dan mari mencari kesenangan. Dari beberapa opsi yang dibuat, naik gunung adalah hal yang paling ekstrem karena notabene aku belum pernah naik gunung. Setelah menemukan partner yang tepat untuk merealisasikan rencana tersebut, diajaklah beberapa teman lain yang memiliki keinginan yang sama untuk naik gunung yaitu Eja, Lintang, Inggar, Ryan, dan Raka. Dalam perjalanan ini Raka berperan sebagai pemimpin rombongan karena dia sudah pro dalam hal gunung pergunungan yang bertugas sebagai penunjuk jalan dan menjaga kami yang mayoritas belum pernah naik gunung sama sekali. Tujuan ditetapkan, Senin 5 Mei 2014 kami mendaki gunung Ungaran.

Jam 10 malam kami berangkat dari Tembalang menuju ke Umbul Sidomukti. Setengah 12 malam kami memulai pendakian dari Pos Mawar yang merupakan pos pertama dari beberapa pos yang ada. Cuaca malam itu tidak bersahabat, kabut tebal menutupi mata sehingga jarak pandang hanya 2 meter dan gerimis manis menemani keberangkatan kami sehingga jas hujan harus digunakan sepanjang perjalanan. Setelah berdoa bersama demi keselamatan kami berenam, perjalanan resmi dimulai dengan formasi barisan Raka, Eja, Lintang, Aku, Ryan, dan Inggar. Karena hutan gelap dan kabut tebal kami harus berhati-hati. Beberapa kali Raka mengingatkan ‘Awas kiri jurang’ atau ‘Awas batu besar’ dan terkadang ‘Awas licin’ serta menanyakan apakah kami masih sehat dan kuat melanjutkan perjalanan. Baru menempuh perjalanan setengah jam kami mulai merasa lelah. Istilah break dan bonus menemani perjalanan kami selama dua setengah jam. Jalan setapak dengan medan batu-batu kecil dan tanah licin terlewati, kami pun sampai di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Promasan. Disana kami merebahkan badan sejenak. Raka menyuruh kami istirahat sampai jam 3 karena nantinya kekuatan fisik akan benar-benar diperlukan. Dari Promasan bintang di langit terlihat jelas. Beberapa kali terlihat meteor jatuh. Karena angin dan suhu dingin yang menyerang, setengah tiga kami memutuskan memulai perjalanan berikutnya. Dimulailah pendakian yang sebenarnya.

Kebun kopi dan kebun teh menghampar di sebelah kanan kiri. Sambil sesekali kami melihat kaki dan celana karena takut adanya pacet yang menempel. Setengah jam berjalan mulai terlihat jalur naik yang terdiri dari batu-batu besar yang licin berlumut. Kaki, tangan, dan mata harus bekerja keras karena jurang di sebelah kiri yang menganga. Ranting pohon, batu besar, jalanan licin membuat kami terus waspada agar tidak jatuh atau terpeleset. Perjalanan selama dua setengah jam dengan mendaki membuat tenaga kami terkuras habis. Semburat merah matahari mulai terlihat. Salah satu dari kami bertanya kepada Raka masih seberapa jauh perjalanan kita, dan dia menjawab ‘Sebentar lagi, itu puncaknya udah keliatan’. Kata sebentar lagi versi kami dan Raka sangat berbeda karena puncak masih terlihat jauuuuuuh sekali. Dengan sisa sisa tenaga kami memanjat batu-batu sebesar paha dan akhirnya kami harus memanjat batu besar seukuran dada yang licin, curam, dan disambut jurang di sebelah kanan. Sepuluh menit berjalan akhirnya terlihat bendera merah putih dan beberapa pendaki gunung lainnya yang nge-camp. Jam setengah 6 kami tiba, dan itu adalah puncak Ungaran. Tempat yang sedari awal kami perjuangkan.

Sesampai di atas kami melepas jas hujan dan peralatan lainnya. Makanan berupa roti dan air mineral dikeluarkan untuk mengisi perut kosong. Dari atas terlihat beberapa spot yang masih tertutup kabut. Hamparan hijau kebun teh terbentang, Rawa Pening terlihat dari atas, serta awan berarak yang seakan berada di bawah, Gunung Merapi dan Merbabu ada di belakang kami. Sekilas terlihat laut jawa yang tertutup kabut. Inilah negeri di atas awan, ketika kami bisa merasa lebih tinggi dari apapun, sebuah kebanggan tersendiri untuk diri. Dua jam di puncak kami habiskan untuk foto-foto, rehat sejenak, dan menyeduh pop mie. Karena suhu yang sangat dingin kami tidak kuasa untuk berlama-lama disana. Pukul setengah delapan kami hengkang dari puncak. Perjalanan turun memang tidak seberat perjalanan naik. Tapi kami tetap diharuskan berhati-hati, terlebih karena tenaga yang memang sudah habis. Beberapa kali aku meminta break, lemasnya kaki dan kepala pusing menjadi penyebabnya. Sesampai di kebun teh, kami melihat ke arah puncak yang terlihat sangat tinggi. Ada rasa tidak percaya setinggi dan sejauh itu kami mendaki, tapi kami bisa. Empat jam berjalan, meloncak, mendaki (lagi) akhirnya kami sampai di Pos Mawar. Disana kami rehat sejenak dan menghabiskan bekal makanan yang dibawa. Akhirnya pukul satu siang kami pergi meninggalkan Umbul Sidomukti untuk menuju ke SS Ungaran dan kembali ke Tembalang.

Terimakasih Gunung Ungaran untuk setiap sudutnya yang indah. Tertulis, terlukis, tergaris.
Terimakasih Raka, Eja, Lintang, Ryan, dan Inggar untuk perjalanan yang mengagumkan ini. Mungkin lain kali kita bisa naik ke gunung yang lain. Apalah arti badan pegal, memar, dan kaki keseleo jika dibandingkan dengan  bangga yang dirasakan. Di sanalah kita, di negeri di atas awan, tempat dimana sejenak kita bisa merasa besar. Hanya kita........


(our full team)

Yihaaaa , we are top of the top !

Pose on Banteng Rider

Bongkar ! Bongkar perbekalan !

Karena hijau itu menyenangkan...

Eja, partner in alay :D

Ini Ryan, bukan kresek sampah -____-

Bukan penjaga villa ! ._.

FULL TEAM ! :3

Pos Mawar, pos awal dan terakhir
 

1 comment:

  1. Hai ova :D follow my blog --> just-cynthia.blogspot.com
    thank you :D

    ReplyDelete